BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila sebagai filsafat dan ideologi bangsa Indonesia
harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar kita dapat menjaga, menjalankan, menghargai dan menghormati apa yang
telah di rumuskan oleh pahlawan-pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia.
Pancasila sebagai filsafat dan ideologi negara Indonesia
yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati,
menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan
negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Filsafat dan ideologi pada suatu Negara hakikatnya memiliki karakteristik masing-masing sesuai
dengan sifat dan ciri khas Negara itu sendiri.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pandangan Pancasila sebagai filsafat Negara ?
2.
Bagaimana makna ideologi bangsa
dalam Pancasila ?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pandangan Pancasila sebagai
filsafat Negara.
2. Untuk memahami makna ideologi bangsa dalam Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Filsafat
Dalam
wacana ilmu pengetahuan, banyak orang memandang bahwa filsafat adalah merupakan
ilmu bidang yang rumit, komples dan sulit dipahami secara definitif. Namun
demikian sebenarnya pendapat yang demikian ini tidak selamanya benar.
Secara
etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution. 1973). Jadi secara
harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul pula filsafat yang berkaitan dengan
bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum,
bahasa, ilmu pengetahuan, agama, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Keseluruhan
arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat di kelompokkan
menjadi dua macam sebagai berikut.
Pertama:
Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
1.
Filsafat sebagai jenis pengetahuan,
ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang
lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu, misalnya
rasionalisme, materialisme, pragmatisme dan lain sebagainya.
2.
Filsafat sebagai suatu jenis problema
yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi
manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada
akal manusia.
Kedua: Filsafat
sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat di artikan dalam bentuk suatu
aktivitas berfilsafat. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem
pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi
hanya merupakan suatu kumpulan dogma yang hanya diyakini ditekuni dan dipahami
sebagai suatu nilai tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas
bervilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu metode
tersendiri.
Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai
berikut:
1.
Metafisika,
yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis, yang meliputi
bidang-bidang, ontologi, kosmologi dan
antropologi.
2.
Epistemologi,
yang
berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3.
Metodologi,
yang
berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4.
Logika,
yang
berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil
berfikir yang benar.
5.
Etika,
yang
berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
6.
Estetika,
yang
berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.
Berdasarkan
cabang-cabang fisafat inilah kemudian muncullah berbagai macam aliran dalam
filsafat.
2.2
Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya
merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling berkerja sama untuk suatu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem
lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Suatu kesatuan bagian-bagian
2)
Bagian-bagian tersebut memounyai fungsi
sendiri-sendiri
3)
Saling berhubungan dan saling
ketergantungan
4)
Keseluruhannya dimaksudkan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem)
5)
Terjadi dalam suatu lingkungan yang
kompleks (Shore dan Voich. 1974)
Pancasila
yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Susunan Kesatuan Sila-Sila
Pancasila yang Bersifat Organis
Isi
sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat
negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas
peradaban.
Isi dari sila-sila pancasila yaitu
hakikat manusia ’monopluralis’ yang
memiliki unsur-unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani
rokhani, ‘sifat kodrat’ individu-makhluk
sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai
pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Umsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan
suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis. Setiap umsur memiliki fungsi
masing namun saling berhubungan. Oleh karena sila-sila Pancasila merupkan
penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’
yang merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki
kesatuan yang bersifat organis pula.
2.
Susunan
Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan
pancasila adalah hierarkhis dan bentuk piramidal. Pengertian matematis
piramidal digunakan untuk menggambrkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila
dalam urutan-urutan luas (kwan-titas) dan juga dalam hal isi sifatnya
(kwalitas).
Jika
urutan-urutan lima sia di anggap mempunyai maksud demikian maka di antara lima
sila hubungan yang mengikat yang satu
kepada yang lainnya sehingga Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
Secara
ontologis hakikat sia-sila Pancasila mendasarkan pada landasan sila-sila
pancasila yaitu: Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dam adil (Notonagoro, 1975:49).
Berdasarkan
hakikat yang terkandung dalam sila-sila pancasila dan pancasila sebagai dasar
filsafat negara, maka segala hal yang berkaitan dengan landasan sila-sila
pancasila. Hal itu berarti haikat dan inti sila-sia pancasila adalah sebagai
berikut: sila pertama Ketuhanan adalah
sifat-sifat dan kradaan negara harus sesusi dengan hakikat Tuhan, sila kedua kemanusiaan adalah sifat-sifat dan
keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga persatuan adalah sifat-sifat yang
keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat kerakyatan sifat-sifat dan keadaan
negara yang harus sesuai denga hakikat rakyat. Sila kelima keadilan adalah sifat-sifat keadaan negara yang harus sesuai dengan
hakikat adil (Notonagoro. 1975:50).
Filsafat
sebagai etimologi adalah kata filsafat
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yakni philos, philia,
philien yang artinya senang, teman dan cinta dan sophos, sophia dan sophien
yang artinya kebenaran (truth), keadilan (justice), dan bijaksana (wise) atau
kebijaksanaan (wisdom). Pengertian filsafat secara etimologis dapat disimpulkan
adalah Cinta kebenaran atau cinta kebijaksanaan/kearifan. Selain itu, kata
filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah, dari bahasa Inggris yaitu
philosophy, dari bahasa Indonesia yaitu filsafat (kata sifat filsafati) atau
filosofi (kata sifat filosofis), falsafah yang semuanya mempunyai arti yang
sama.
Filsafat secara definitif
menurut beberapa para ahli filsafat (filsuf) adalah
1.
Plato: filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang
asli.
2.
Aristoteles: filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, politik
dan estetika.
3.
Prof. Drs. Notonegoro, SH: filsafat adalah pengetahuan atau ilmu pengetahuan
yang mencari dan mempelajari yang ada
(ontologi) dan hakekat yang ada
(metafisika) dengan perenungan (kontemplasi) yang mendalam (radikal)
sampai menemukan substansinya.
Ditinjau dari perspektif
permasalahannya filsafat dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Pertama: filsafat sebagai hasil perenungan/kontemplasi (produk).
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep pemikiran-pemikiran para
filsuf.
Pada zaman dahulu, yang lazimnya merupakan suatu aliran/paham, misal:
idealism rasionalisme, materialisme, pragmatisme. Filsafat sebagai suatu jenis
problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil aktivitas berfilsafat. Jadi
manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan pada akal manusia.
2. Kedua: Filsafat sebagai
suatu proses, yang berbentuk sebagai aktivitas berfilsafat, sekaligus proses
pemecahan masalah (problem solving) dengan menggunakan berbagai metode tertentu
sesuai dengan objeknya.
Adapun cabang-cabang filsafat adalah sebagai berikut:
1. Metafisika:
memepelajari hal-hal yang ada di balik alam fisik/alam indrawi (riil), yang
meliputi bidang-bidang : ontologi, kosmologi, antropologi, dan theologi.
2.
Epistimologi: yang mepelajari tentang hakekat pengetahuan.
3.
Logika mempelajari tentang kaidah-kaidah berpikir, yakni tentang axioma, dalil
dan rumusan berpikir (thinking) dan bernalar (reasoning).
4. Etika:
mempejari hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
5. Estetika:
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan yang indah (estetik) dan yang
mempunyai nilai seni (artistik).
6. Methodologi:
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan suatu metode, diantaranya, metode
deduksi, induksi, analisa, dan sintesa.
Berdasarkan cabang-cabang filsafat inilah, maka Pancasila dapat dikatakan:
1. Sebagai Sistem Filsafat
Karena di dalamnya terdapat
nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai manusia (antropologi), nilai kesatuan
(metafisika, yang berhubungan dengan penger tian hakekat satu), kerakyatan
(hakekat demokrasi) dan keadilan (hakekat keadilan).
2. Sebagai Susunan kesatuan Organis
Pancasila pada hakekatnya yang
terdiri dari sila-sila merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan (komprehensif integralistik). Kesatuan sila-sila
dari Pancasila merupakan kesatuan
organis yang pada hakekatnya secara filosofis bersumber pada hakekat dasar ontologis manusia,
sebagai pendukung dari isi dan inti sila-sila Pancasila, yakni berupa hakekat manusia monopluralis.
Hakekat manusia monoprularistik, terdiri dari pertama, hakekat susunan
kodrat manusia, yang terdiri dari unsur jiwa (rohani) dan unsur raga (jasmani), kedua: hakekat sifat kodrat manusia
yang terdiri dari unsur individu dan sosial, ketiga: hakekat
kedudukan kodrat manusia, yang terdiri dari unsur sebagai makhluk yang berdiri
sendiri, maupun sebagai makhluk Tuhan. Unsur-unsur hakekat manusia tersebut
merupa kan satu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis, yang setiap
unsur-unsurnya mempunyai fungsinya masing-masing.
3. Pancasila Bersifat Hierarkis Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkis piramidal, pengertian
matematis pyramidal. Untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila
dalam urutan luas (kuantitas) dan juga hal isi sifatnya (kualitas). Kalau
dilihat susunan sila-sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat (gradual) dalam
luas dan isi sifatnya. Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki susunan yang
hierarki piramidal, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis (landasan) dari sila kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Secara ontologis sila-sila dalam Pancasila, yaitu: Tuhan, Manusia,
Satu, Rakyat dan Adil.
Pendekatan filsafat
pancasila adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang pancasila. Untuk
mendapatkan pengertian yag mendalam, harus mengetahui sila-sila pancasila
tersebut dan mengetahui intinya.
Pancasila sebagai filsafat
mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi subtansi dan isi
pembentukan ideologi pancasila. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya
bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam pancasila bersumber pada
budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat usaha bangsa
dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang menyangkut makna
atas hakikat sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Bagi
bangsa Indonesia rumusan daripada nilai-nilai dasar tersebut termuat dalam
alinea keempat dari pembukaan UUD 1945.
Pancasila mengandung nilai
kerohanian, yakni yang didalamnya terkandung nilai-nilai secara lengkap dan
harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai estetis,
dan nilai etis/moral. Apabila memahami nilai-nilai dan sila-sila pancasila akan
terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan hak dan
kewajiban antara hubungan tersebut, yaitu:
1. Hubungan
vertical, adalah hubungan manusia dengan Tuhan TME sebagai penjelmaan dari
nilai-nilai ketuhan YME.
2. Hubungan
horizontal, adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya
sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga Negara.
3. Hubungan
alamiah, adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan alam dengan segala kekayaan.
2.3 Pengertian Pancasila
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari
India. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan “Pancasila”
memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu:
“panca” artinya “lima”
“syila” vocal I pendek artinya “dasar”
Kata-kata tersebut kemudian
dalam Bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki
hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila”
yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” yang memiliki makna harfiah
“dasar yang memiliki lima unsur.”
2.4 Pengertian Ideologi
Secara
etimologi istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos yang berarti Ilmu
dan kata idea berasal dari bahasa yunani eidos yang artinya bentuk.
Di samping itu ada kata idein yang artinya melihat. Maka secara harfiah,
ideologi adalah ilmu atau pengertian-pengertian dasar.
Dalam
pengertian sehari-hari, ide disamakan artinya dengan cita-cita.
Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus
dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar,
pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu
sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas dasar
landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi
mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan-gagasan dan
cita-cita.
Apabila
ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali dipakai dan
dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1976. Seperti
halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita untuk membanggun suatu sistem
pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai one great system
of trunth dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah,
mak De Tracy menyebutkan ideologie yaitu scieence of ideas, suatu
program yang diharapkan dapat membawa perobahan Internasional dalam masyarakat
perancis. Namun Napoleon mencemoohkannya sebagai khayalan belaka, yang tidak
mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan
menemukan kenyataan.
Sedangkan
secara terminologi, menurut Soerjanto Poespowardjojo, ideologi adalah suatu
pilihan yang jelas dan membawa komitmen untuk mewujudkannya.
Sejalan dengan itu, Sastrapratedja mengemukakan bahwa ideologi memuat orientasi
pada tindakan. Ia merupakan pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya.
Persepsi
yang menyertai orientasi, pedoman dan komitmen berperan penting sekali dalam
mewarnai sikap dan tingkah laku ketika melakukan tindakan, kegiatan atau
perbuaan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan nilai-nilai yang
terkandung di dalam ideologi tersebut. Logikanya, suatu ideologi menuntut
kepada mereka yang meyakini kebenarannya untuk memiliki persepsi, sikap dan
tingkah laku yang sesuai, wajar dan sehat tentang dirinya, tidak lebih dan
tidak kurang. Karena, melalui itulah dapat diharapkan akan lahir dan berkembang
sikap dan tingkah laku yang pas dan tepat dalam proses perwujudannya dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana
pendapat yang dikemukakan oleh Sastrapratedja di atas, maka ideologi memiliki
kecenderungan untuk doktriner, terutama karena ia berorientasi pada tindakan
atau perbuatan untuk merealiasikan nilai-nilainya.
Meskipun
kecenderungan doktriner itu tidak selalu bermakna negatif, kemungkinan
doktriner itu tidak selalu bermakna negatif, kemungkinan ke arah itu selalu
terbuka. Obsesi atau komitmen yang berlebihan terhadap ideologi, biasanya
merangsang orang untuk berpersepsi, bersikap dan bertingkah laku sangat
doktriner, dan ini jelas sangat keliru.
Ada beberapa
istilah ideology menurut beberapa para ahli yaitu:
1. Destut De Traacy :
Istilah ideology
pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy tahun 1796 yang berarti suatu
program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam
masyarakat Perancis.
2. Surbakti membagi dalam dua pengertian
yakni :
a. Ideologi secara fungsional
: seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan
Negara yag dianggap paling baik.
b. Ideologi secara
structural : suatu system pembenaran seperti gagasan dan formula politik
atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
3. AL-Marsudi;
Ideologi
adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des
ideal.
4. Puspowardoyo:
Bahwa
ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan nilai secara
keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat
raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang
dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
5. Harol H. Titus:
Definisi dari ideologi adalah:
Aterm used for any group of ideas concerning various political and aconomic
issues and social philosophies often applied to a systematic scheme of ideas
held by groups or classes, artinya suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok cita-cita mengenai bebagai macam masalah politik ekonomi filsafat
sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang
suatu cita-cita yang dijalankan oleh kelompok atau lapisan masyarakat.
Ideologi
adalah inti dari semua pemikiran manusia
Ideologi
adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
8.
Thomas H:
Ideologi
adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan
mengatur rakyatnya.
9.
Francis
Bacon
Ideologi
adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
10. Karl Marx:
Ideologi
merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam
masyarakat.
11. Napoleon:
Ideologi
keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya.
Makna
Ideologi bagi suatu Negara
Pada
hakikatnya ideologi adalah merupakan hasil reflesi manusia berkat kemampuannya
mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat suatu yang
bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak
membuat ideologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat
mendekati bentuk yang ideal. Idologi mencerminkan cara berpikir masyarakat,
bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya.
Dengan
demikian ideologi sangat menentukan eksestensi suatu bangsa dan negara untuk
mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi pembanggunan. Hal ini disebabkan
dalam ideologi terkandung suatu oreantasi praktis.
Macam-macam
Ideologi
1. Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah sitem
pemikiran yang memiliki ciri-ciri, sebagai berikut:
1) Merupakan kekayaan rohani, moral, dan kebudayaan masyarakat (falsafah).
Jadi, bukan keyakinan ideologissekelompok orang, melainkan kesepakatan
masyarakat.
2) Tidak diciptakan oleh negara, tetapi ditemukan dalam masyarakat sendiri. Ia
adalah milik seluruh rakyat dan bisa digali dan ditemuksn dalam kehidupan
mereka.
3) Isinya tidak langsung operasional. Sehingga setiap generasi baru dapat dan
perlu menggali kembali falsafah tersebut dan mencari implikasinya dalam situasi
ke-kini-an mereka.
4) Tidak pernah memaksa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat, melainkan
menginspirasi masyarakat untuk berusaha hidup bertanggung jawab sesuai dengan
falsadah itu.
5) Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima warga masyarakat yang
berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama.
2.
Ideologi Tertutup
Ideologi tertutup adalah suatu
sistem emikiran tertutup dan sifatnya mutlak yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan
cita-cita sebuah kelompok yang digunakan sebagai dasar untuk mengubah
masyarakat.
2) Apabila kelompok tersebut berhasil menguasai negara, ideologinya itu akan
dipaksakan kepada masyarakat. Nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai segi
kehidupan masyarakat akan diubah sesuai dengan ideologi tersebut.
3) Bersifat totaliter, artinya mencakup/ mengurusi semua bidang kehidupan.
Ideologi tertutup ini cenderung cepat-cepat berusaha menguasai bidang informasi
dan pendidikan. Oleh karena kedua bidang tersebut merupakan sarana efektif
untuk mempengaruhi perilaku masyarakat.
4) Pluralisme pandangan dan kebudayaan ditiadakan, hak asasi tidak dihormati.
5) Menuntut nasyarakat untuk memiliki kesetiaan total dan kesediaan untuk
berkorban bagi ideologi tersebut.
6) Isi ideologi tidak hanya nilai-nilai dan cita-cita, tetapi
tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, mutlak, dan total.
3. Ideologi Komperenhensif
Ideologi Komprehensif
Didefinisikan sebagai suatu system pemikiran menyeluruh mengenai semua aspek
kehidupan sosial. Dalam ideologi ini terdapat suatu cita-cita yang bertujuan
untuk melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk
tertentu.
4. Ideologi Partikular
IdeologiPartikular
didefinisikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistematis
dan terkait erat dengan kepentingan satu kelas sosial tertentu dalam
masyarakat.
Peranan
Ideologi
Jika
menengok sejarah kemerdekaan negaranegara dunia ketiga, baik yang ada di Asia,
Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama berada di bawah
cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan
pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin mereka wujudkan dalam
kenyataan hidup yang nyata.
Ideologi
dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan
kesadaran akan kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya,
serta menanamkan semangat dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan
penjajahan, yang selanjutnya mewujudkannya dalam kehidupan penyelenggaraan
negara.
Pentingnya
ideologi bagi suatu negara juga terlihat dari fungsi ideologi itu sendiri.
Adapun fungsi ideologi adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau
bangsa. Ideologi memiliki kecenderungan untuk memisahkan kita dari mereka.
Ideologi berfungsi mempersatukan sesama kita. Apabila dibandingkan dengan
agama, agama berfungsi juga mempersatukan orang dari berbagai pandangan hidup
bahkan dari berbagai ideologi.
Sebaliknya
ideologi mempersatukan orang dari berbagai agama. Oleh karena itu ideologi juga
berfungsi untuk mengatasi berbagai pertentangan (konflik) atau ketegangan
sosial. Dalam hal ini ideologi berfungsi sebagai pembentuk solidaritas (rasa
kebersamaan) dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai yang
lebih tinggi. Fungsi pemersatu itu dilakukan dengan memenyatukan keseragaman
ataupun keanekaragaman, misalnya dengan memakai semboyan kesatuan dalam
perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.
Pancasila
sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia yang Terbuka, Reformatif dan
Dinamis
Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan
budaya bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain.
Berbicara
mengenai pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang ideologi
yang diperlukan Pancasila tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu untuk
menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, hidup dan dinamis sangat
diperlukan. Hal ini dapat dijadikan sarana dan wacana untuk memelihara dan
memperkuat relevansi Pancasila dari masa ke masa. Singkatnya, perlu ada semacam
interaksi antara ideologi dengan realita masyarakat.
Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagai
mana yang terjadi pada ideologi-ideologilain di dunia, namun terbentuknya
pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara
kualitas pancasila sebelum di syahkan menjadi dasar filsafat negara
lain-lainnya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa
nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para
pendiri negara Indonesia menggangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara
musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain sidang-sidang
BPUPKI pertama, sidang panitai sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam
Jakarta yang memuat panccasila yang pertama sekali, kemudian dibahas lagi dalam
sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI
Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan
kembali ahirnya pada tanggal 18 agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar
filsafat negara republik Indonesia.
Pancasila
sebagi suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pansila
bersifat aktual, dinamis, antisifasif dan senentiasa mampu menyelesaikan dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah
nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya
lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan
masalah-masalah aktual yang senentiasa berkambang seiring dengan aspirasi rakyat,
perkembangan iptek dan zaman.
Berdasarkan
pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam
ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
Nilai dasar. Yaitu hakikat kelima
Pancasila yaitu, ketuhannan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, keadilan. Nilai
dasar tersebut adalah merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila tang bersifat
universal, sehingga dalam nilai tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta
nilai-nilai yang baik dan benar.
Nilai
ideologi tersebut tertuang di dalam pembukaan UUD 1945, sehimgga oleh karena
pembukaan memuat nilai-nilai dasr ideologi Pancasila maka UUD 1945 merupakan
suatu norma dasar yang merupakan tertiphukum tertinggi, sehingga sumber hukum
positif sehingga didalam negara memiliki kedudukan sebagai staatsfundamentalnorm
atau pokok kaefdah negara yang fundamental.
Nilai instrumental, yang
merupakan arahan, kebijakan, srategi, saran, serta lembaga pelaksanaannya.
Nilai intsrumental ini merupakan eksplistasi, penjabaran lebih lanjut dari
nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya GBHN yang lima tahun senentiasa
disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undang-undang,
depertemen-depertemen, sebagai lembaga pelaksanaan dan lain sebagainya. Pada
aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan (reformatif).
Nilai praktis, yaitu
merupakan nilai-nilai realisasi intrumental dalam suatu realisasi pengalaman
yang bersifa nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, bangsa dan
negara. Dalam realisasi praktis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila
senentiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan
(reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan teknologi
serat aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu Pancasila sebagai
ideologi terbuka secara stuktual memiliki tiga dimensi yaitu:
1. Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung didalam
Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu: ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Hikikat nilai-nilai pancasial
tersebut bersumber pada filsafat pancasial (nilai-nilai filosofis yamng
terkandung dalam Pancasila).
2. Dimensi normatif, yaitu niali-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu
dijabarkan dalam suatu sistem norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini
Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertip hukum
tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm
(pokok kaidah negara yang fundamental).
3. Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan raelitas
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain
memiliki nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan
dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kontrik) baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam penyalenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila
sebagai ideologi terbuka tidak bersifat utopisyang hanya berisi ide-ide
yang bersifat mengawang melainkan suatu ideologi yang bersifat realistis
artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai
filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum yang secara objektif
merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita
moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia
yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para
pendiri Negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi
dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup Negara Indonesia tercermin dalam
kehidupan Negara yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu
kewajiban pemerintah dan lain-lain penyelenggaraan negara untuk memelihara budi
perkerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.
3.2 Saran
Warganegara
Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia
Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau
mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala
hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa
falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga
kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Kaelan, MS. 2010.
Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
No comments:
Post a Comment